Presiden Minta Hapus Kuota Impor, Banggar DPR Usul Ada Pengenaan Tarif

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mendukung Presiden RI Prabowo Subianto soal penghapusan kuota impor, khususnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Banggar DPR RI juga mengusulkan pemerintah untuk mengubah kebijakan impor dengan sistem kuota menjadi penerapan impor berbasis tarif. Usulan ini sudah sejak 2020.
"Atas pentingnya perubahan kebijakan impor ini, pada tanggal 17 Maret 2024 kami kembali mendorong pemerintah untuk mengubah kebijakan impor dari sistem kuota menjadi pengenaan tarif," kata Said, lewat keterangannya, Rabu (9/4/2025).
Dengan bertumpu pada kebijakan tarif, kata Said, akan didapatkan barang impor yang lebih baik dan kompetitif.
Selain itu, pemerintah juga berpeluang mendapatkan penerimaan negara terutama dari bea masuk.
Meski begitu, Said mengatakan impor terhadap komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak, tidak perlu dikenakan tarif.
"Namun khusus untuk barang barang impor komoditas hajat hidup orang banyak perlu mendapatkan pembebasan tarif," ujar dia.
Lebih lanjut, ia menilai arahan Presiden menghapus soal kuota impor menjadi angin segar bagi perbaikan kebijakan impor.
Selain itu, ia mengatakan perlu ada reformasi menyeluruh atas kebijakan perdagangan internasional Indonesia guna merespons situasi global di tengah munculnya kebijakan Tarif Trump terhadap Indonesia.
Menurut Said, secara makro, kebijakan impor harus mempertimbangkan trade balance agar neraca perdagangan tetap surplus.
"Langkah ini sekaligus untuk menjaga agar cadangan devisa tetap terjaga dengan baik," lanjut Said.
Politikus PDI-P ini juga meminta kebijakan impor hendaknya diletakkan sebagai barang substitusi sementara waktu, karena ketiadaannya di dalam negeri.
Kemudian, kebijakan impor harus mempertimbangkan arah kebijakan lain untuk memperkuat industri nasional, dengan arah strategis semakin upaya memperkuat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang semakin besar porsinya.
"Kita harus belajar dari tergerusnya produk tekstil nasional karena banjirnya produk impor tidak terulang, apalagi terjadi di sektor sektor lainnya," kata Said.
Selain itu, pemerintah dan pelaku usaha disarankan tidak menyandarkan kebutuhan impor barang dan jasa dari negara tertentu, akan tetapi perlu memperluas dari beberapa negara, sehingga pemerintah dan pelaku usaha memiliki berbagai alternatif negara tujuan impor.
Said menyebut, langkah ini untuk menghindari ketergantungan impor terhadap negara tertentu.
Dia juga berharap deregulasi kebijakan impor, khususnya dari sektor pangan dan energi kita harapkan mempermudah akses rakyat terhadap komoditas tersebut.
"Tetapi juga tingkat harga yang lebih terjangkau, sehingga barang impor yang menjadi public good tidak menjadi beban ekonomi rakyat dan fiskal pemerintah," tambah Said.
Lebih lanjut, Indonesia harus memanfaatkan Free Trade Agreement (FTA) yang sudah diratifikasi.
Said mendorong skema FTA ini harus mampu meningkatkan Revealed Comparative Advantage (RCA) barang barang Indonesia.
"Dengan demikian manfaat kita meratifikasi FTA memberi manfaat scale up perekonomian nasional," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo Subianto meminta kebijakan kuota impor dihapus, terutama untuk komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Menurut dia, hal ini sudah disampaikannya ke jajaran kabinet, seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, serta Ketua DEN Luhut Pandjaitan.
Pada kesempatan itu, arahan untuk menghapus kuota impor juga ditujukan Prabowo kepada Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso.
"Saya minta Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, enggak usah ada kuota-kuota lagi. Siapa mau impor daging, silakan, siapa saja boleh impor. Mau impor apa, silakan buka saja," kata Prabowo, kemarin.