Soal Dugaan BBM Oplosan yang Dikeluhkan Warga Samarinda, Ini Kata Pakar Hukum

Soal Dugaan BBM Oplosan yang Dikeluhkan Warga Samarinda, Ini Kata Pakar Hukum

SAMARINDA, KOMPAS.com – Warga Samarinda mengeluhkan dugaan kualitas buruk bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Samarinda.

Di sisi lain, pihak Pertamina menegaskan bahwa penyaluran BBM di Kalimantan Timur sudah melewati quality control dan kualitas BBM dipastikan baik.

Berkaitan dengan ini, dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Amsari Damanik menilai, kasus ini dapat dikaji dalam ranah hukum perdata maupun pidana jika terbukti ada praktik oplosan atau kelalaian dalam distribusi BBM.

Sebelumnya, sejumlah warga mengaku kendaraan mereka mengalami kerusakan usai mengisi BBM di SPBU Juanda.

Mereka menyebut gejalanya serupa, seperti mogok mendadak, mesin tersendat, hingga tangki bahan bakar yang keruh dan mengandung endapan.

“Sudah dua kali saya bawa ke bengkel. Kata mekaniknya, bensinnya bercampur air atau solar. Motor saya mogok padahal baru seminggu diperbaiki,” ujar Walid (27), warga Loa Bakung, Selasa (8/4/2025).

Hal serupa disampaikan Yeni (34), warga Bengkuring. Ia bahkan harus tiga kali memperbaiki motornya dalam kurun waktu kurang dari sepuluh hari.

“Saya isi di SPBU yang sama kok, Motor jadi berat dan sulit hidup. Waktu dikuras, bensinnya keruh banget, kayak berlumpur gitu om” kata dia.

Menurut dosen Amsari, jika memang ada percampuran bahan bakar yang menimbulkan kerugian pada konsumen, itu termasuk perbuatan melawan hukum.

"Sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUH Perdata. Setiap kerugian akibat perbuatan melanggar hukum wajib diganti,” kata Amsari saat diwawancarai Kompas.com, Selasa (8/4/2025).

Ia menjelaskan, unsur perbuatan melawan hukum mencakup tindakan melanggar hukum, kesalahan, kerugian, dan hubungan sebab-akibat antara tindakan dan kerugian tersebut.

Selain itu, lanjut Amsari, perlindungan terhadap konsumen juga dijamin oleh UU No. 8 Tahun 1999.

Dalam Pasal 62 undang-undang itu, pelaku usaha yang secara sengaja memperdagangkan barang yang rusak atau tercemar bisa dipidana penjara hingga lima tahun.

“Jika SPBU tersebut berada dalam kemitraan atau pengawasan Pertamina, maka tanggung jawabnya tidak hanya secara individu, tetapi juga melekat secara korporasi. Korban berhak atas kompensasi. Tidak cukup dengan imbauan atau klarifikasi,” tambahnya.

Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga telah menyatakan akan menindaklanjuti laporan warga dan melakukan pengecekan kualitas BBM di SPBU yang dimaksud.

Sumber