Tren IPO 2025 Diramal Kian Ramai, Bagaimana Minat Investor?

Tren IPO 2025 Diramal Kian Ramai, Bagaimana Minat Investor?

Bisnis.com, JAKARTA — Penawaran saham perdana ke publik (initial public offering/IPO) pada tahun ini mengalami tren lesu. Adapun, pada 2025 tren IPO akan semakin semarak didorong berbagai faktor.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sudah terdapat 40 perusahaan yang melantai sampai saat ini. Sementara itu, satu calon emiten yakni PT Daya Intiguna Yasa Tbk. (MDIY) atau MR DIY dijadwalkan melantai di Bursa pada pekan ini, Kamis (19/12/2024) dan akan menjadi perusahaan terakhir yang melantai di BEI pada 2024.

Alhasil, terdapat 41 emiten yang melantai di Bursa sepanjang 2024. Jumlahnya turun dibandingkan 2023, di mana terdapat 79 perusahaan melantai di Bursa.

Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati mengatakan salah satu faktor penurunan jumlah IPO pada 2024 adalah transisi pemerintahan. Sebab, pada 2024 terdapat momen Pemilu, Pilpres, hingga Pilkada. Kondisi tersebut membuat perusahaan menunggu atau wait and see.

"Calon-calon emiten bagus pun biasanya mereka pada saat mau IPO melihat momentum," ujar Ike dalam acara Premuim Talk Prospek Pasar Modal 2025 pada Senin (16/12/2024).

Adapun, pada 2025, dia memproyeksikan pasar IPO akan semakin semarak.

"Seharusnya sudah tidak lagi wait and see. Market sudah on the track, kondisi market juga sudah tidak ada lagi yang dinantikan. Pemerintah, menteri semua sudah terpilih, sehingga untuk angka IPO-nya jadi lebih ramai," tutur Ike.

Pada 2025 pun diproyeksikan akan mulai berdatangan perusahaan-perusahaan berskala besar yang melantai di BEI. Sejauh ini, sejumlah emiten sedang dalam proses IPO, seperti PT Delta Giri Wacana Tbk. (DGWG), PT Bangun Kosambi Sukses Tbk. (CBDK), hingga PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU).

Menurut Ike, investor pun akan siap menyambut perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa pada tahun depan. Ia mengatakan pasar IPO tidak hanya diminati oleh investor institusional, tapi kian semarak oleh kehadiran investor ritel.

Ike mengatakan investor sudah mulai melek terhadap prospek saham IPO. Meskipun saham emiten IPO volatil, tetapi tetap menarik bagi pasar.

"Memang menarik, akan tetapi high-risk, high-return. Kalau kita lihat, walaupun memang setelah 8 bulan IPO, itu biasanya harga saham yang baru banget, biasanya turun. Namun, pada saat mereka masuk di harga penawaran pertama kali, kemudian listing dan ada kenaikan per 3 hari itu sudah lumayan. Hal inilah yang menjadi euforia di pelaku pasar," ujar Ike.

Di sisi lain, menurutnya investor pun perlu mencermati fundamental atau kualitas perusahaan IPO. Ia berharap, deretan perusahaan IPO pada 2025 banyak dari perusahaan berskala besar.

Tantangan lainnya muncul dari sejumlah sektor yang diproyeksikan lesu seperti sektor kesehatan atau farmasi. Sebab, sektor tersebut biasanya tersengat faktor pelemahan nilai tukar rupiah atau penguatan dolar AS.

Sektor lain yang terdampak adalah sektor yang bergerak di ekspor barang ke AS. Sebab, kemenangan Donald Trump sebagai Presiden AS membawa kekhawatiran terhadap perdagangan luar negeri.

Sebelumnya, Capital Markets Advisor, Deloitte Indonesia Jasmin Maranan mengatakan tren IPO pada tahun ini lesu, sebab pasar masih menunggu kejelasan lebih lanjut tentang kebijakan fiskal dan moneter di bawah pemerintahan baru. Selain itu, pasar menunggu prospek ekonomi dan pertumbuhan domestik yang tetap positif, didorong oleh infrastruktur di era pemerintahan baru.

Di era pemerintahan baru yang dipimpin Presiden RI Prabowo Subianto pada tahun depan, tren IPO di Indonesia masih berpotensi tumbuh, tetapi terdapat sejumlah catatan.

"Regulator pasar modal perlu mengambil langkah-langkah penting untuk lebih meningkatkan daya tarik dan likuiditas pasar dengan harapan dapat meningkatkan IPO pada 2025," ujar Jasmin dalam keterangan tertulis pada bulan lalu (19/11/2024).

Direktur Utama BEI Iman Rachman optimistis pasar saham Indonesia, termasuk tren IPO akan kian ramai pada 2025. BEI menargetkan peningkatan pencatatan efek baru, yaitu sebanyak 407 efek baru, dengan pencatatan sebanyak 66 saham. Target pencatatan saham baru ini naik dari tahun 2024 yang sebesar 62 pencatatan saham.

Bursa juga menargetkan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) sebesar Rp13,5 triliun per hari di tahun 2025. Target ini menurut Bursa naik dari revisi target RNTH 2024 yang sebesar Rp12,25 triliun.

"Asumsi ini berdasarkan adanya tren penurunan inflasi dan suku bunga global. The Fed menurunkan 50 basis poin dan tahun depan akan menurunkan [suku bunga] lagi," ucap Iman dalam konferensi pers pada Oktober lalu (23/10/2024). 

Selain itu, faktor kedua adalah terkait kebijakan ekonomi pemerintahan baru Prabowo-Gibran. Iman menjelaskan pemerintahan baru menargetkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 8%, di saat lima tahun terakhir pertumbuhan PDB rata-rata sebesar 5%.

Sumber