Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah mengirim proposal pembangunan pabrik liquefied petroleum gas (LPG) kepada Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).Hal itu dia sampaikan di hadapan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani dalam acara Rakornas Hilirisasi 2024 di Jakarta, Rabu (11/12/2024).Menurut Bahlil, dukungan investasi dibutuhkan guna merealisasikan pabrik LPG tersebut. Dia pun mengingatkan bahwa konsumsi LPG Indonesia mencapai 8 juta ton per tahun.Sementara itu, produksi hanya mencapai sekitar 1,6 juta ton. Artinya, RI harus mengimpor LPG sekitar 6,4 juta ton per tahun. Oleh karena itu, pemerintah harus merogoh kocek dari APBN sebesar Rp87 triliun per tahun."Subsidi kita LPG satu tahun Rp87 triliun. Jadi saya pikir kalau begini terus kapan kita bisa berdaulat secara energi? Maka kami mengirim proposal kepada Kementerian Investasi, kita bagaimana caranya membangun [pabrik] LPG," kata Bahlil.Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu mengatakan, pabrik LPG itu akan dibuat dengan campuran Propane (C3) dan Butane (C4). Apalagi, Indonesia memiliki potensi cadangan LPG yang diolah melalui campuran C3 dan C4 di dalam negeri sebesar 1,8 juta ton."LPG yang gasnya itu ada C3-C4 itu juga butuh investasi," kata Bahlil.Wacana pembangunan pabrik LPG baru pertama kali diucapkan Bahlil dalam Rapat Kerja bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (13/11/2024). Menurut Bahlil, pembangunan pabrik LPG menjadi penting demi mengurangi jumlah impor. Bahlil mengungkapkan target realisasi investasi pembangunan pabrik LPG pada Januari 2025. Menurutnya, pabrik yang bakal dibangun itu berkapasitas 2 juta ton.Dia menyebut selama November hingga Desember 2024 ini, pihaknya juga bakal mematangkan rencana pembangunan pabrik LPG baru tersebut. "Baru mulai rencana [pembangunan]-nya untuk dilakukan investasi [oleh] siapa, kapan, itu mulai Januari," jelas Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (14/11/2024). Dia mengatakan, investasi pembangunan pabrik itu akan dilakukan secara terbuka. Artinya, pembangunan pabrik tak akan bergantung kepada PT Pertamina (Persero), selaku BUMN di sektor migas. "Kami akan buat terbuka. Supaya ada kompetitif. Harus kami buat terbuka," ucap Bahlil.