Biodiesel

Geber Biodiesel, ESDM Pastikan Jatah CPO untuk Ekspor Tak Akan Dikorbankan

Geber Biodiesel, ESDM Pastikan Jatah CPO untuk Ekspor Tak Akan Dikorbankan

()

Bisnis.com, TERNATE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan pengembangan biodiesel ke depan tidak akan mengganggu pasokan minyak kelapa sawit (CPO) untuk kebutuhan pangan maupun ekspor.

Wakil Menteri ESDM Yuliot mengatakan, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan untuk meningkatkan kadar pemanfaatan biodiesel sebagai alternatif bahan bakar minyak, dari saat ini di level 35% atau B35 menjadi B40, B50, bahkan hingga B100.

Namun demikian, dia memastikan pengembangan bahan bakar nabati berbasis CPO itu akan tetap memperhitungkan ketersediaan pasokan CPO di dalam negeri.

Kementan Siapkan Formula, Genjot B50 Tanpa Gerus Ekspor CPO

Kementan Siapkan Formula, Genjot B50 Tanpa Gerus Ekspor CPO

()

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) tengah mencari formula agar program biodiesel B50 dapat berjalan tanpa  mengganggu ekspor sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunan, yang merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia.

Program B50 berpeluang mengganggu ekspor karena stok kelapa sawit yang tersedia akan dimanfaatkan lebih banyak dari biasanya untuk kebutuhan dalam negeri.

Plt Dirjen Perkebunan Kementan Heru Tri Widarto mengatakan bahwa nantinya akan ada pembagian tugas antara Kementan dan Kementerian ESDM. 

ESDM Klaim Biodiesel Hemat Devisa Negara Rp120,5 Triliun

ESDM Klaim Biodiesel Hemat Devisa Negara Rp120,5 Triliun

()

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut pengembangan biodiesel mampu menghemat devisa dan menyerap tenaga kerja.Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi biodiesel terus meningkat. Tercatat, realisasi biodiesel mencapai 9,3 juta kiloliter (kl) pada 2021. Angka itu kemudian naik menjadi 10,45 juta kl pada 2022. Lalu, pada 2023 realisasi biodiesel kembali naik menjadi menjadi 12,2 juta kl dengan mandatori B35 yang dimulai Agustus 2023.

Manfaat ekonomi dari realisasi biodiesel pada 2023 tersebut, terjadi penghematan devisa negara sebesar Rp120,54 triliun. Realisasi itu juga menciptakan peningkatan nilai tambah minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) menjadi biodiesel sebesar Rp15,82 triliun.Tak hanya itu, pengembangan biodiesel pada 2023 juga telah penyerapan tenaga kerja lebih dari 11.000 orang (off-farm) dan 1,5 juta orang (on-farm).Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi menuturkan, kenaikan realisasi biodiesel menunjukkan komitmen dan keseriusan pemerintah dalam mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil dan meningkatkan ketahanan energi. Dia pun mengatakan, rasio campuran biodiesel pada solar bakal terus ditingkatkan."Rasio campurannya juga terus akan ditingkatkan, yang sekarang sudah B35, akan ditingkatkan menjadi B40, kemudian B50 hingga B60," kata Agus melalui keterangan resmi dikutip Senin (28/10/2024).Pengembangan biodiesel tersebut sejatinya sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto. Dia ingin Indonesia menjadi negara yang mampu swasembada energi.Hal tersebut menjadi salah satu target yang dicanangkan dalam pemerintahannya, dengan mengoptimalkan sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia.Menurut Prabowo, RI mampu swasembada energi lewat biodiesel lantaran alam Indonesia dikarunia tanaman-tanaman pendukung."Tanaman-tanaman seperti kelapa sawit bisa menghasilkan solar dan bensin, kita juga punya tanaman-tanaman lain seperti singkong, tebu, sagu, jagung, dan lain-lain," tegas Prabowo dalam pidato pelantikan, Minggu (20/10/2024) lalu.Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa arahan Praboeo sudah sangat jelas agar swasembada energi bisa dicapai. Menurut Bahlil, swasembada energi akan tercapai seiring dengan meningkatnya ketahanan energi nasional. "Kemandirian energi kan salah satunya ada bioetanol, bioenergi, dan biodiesel. Biodiesel sekarang kita sudah B35 dan B40 sudah selesai uji coba," ujarnya pada Senin (21/10/2024).Ketua Umum Golkar itu mengatakan bahwa ke depan pemerintah akan mendorong untuk memanfaatkan B50 dan B60. Hal ini mengingat ketersediaan pasokan kelapa sawit sebagai bahan bakunya di Indonesia cukup melimpah. "Kalau ditanya bahwa itu cukup atau tidak, B35 sampai B40 itu kan kita habiskan kurang lebih sekitar 14 juta kl. Nah, sementara ekspor kita kan masih banyak. Nah, kalau ditanya kapasitas kita cukup atau tidak, pasti cukup," kata Bahlil. "Nah, tinggal kita lihat adalah teknologinya, teknologinya ini kan harus by process untuk kita uji coba. Agar ketika itu diimplementasikan, B50-B60 itu betul-betul sudah lewat uji coba yang baik," imbuhnya.