Dokter Priguna Anugerah Perkosa Pasien Rshs

KemenHAM: Tindakan Dokter yang Perkosa Keluarga Pasien Tak Bisa Ditoleransi

KemenHAM: Tindakan Dokter yang Perkosa Keluarga Pasien Tak Bisa Ditoleransi

(4 bulan yang lalu)

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian HAM, Munafrizal Manan, mengecam pemerkosaan yang dilakukan oleh Priguna Anugerah, dokter anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Padjajaran, terhadap keluarga pasien di RS Hasan Sadikin, Bandung.

Dia mengatakan, kejahatan dokter tersebut tidak bisa ditoleransi karena dinilai sebagai tindakan yang sangat keji.

"Kekerasan seksual dengan modus penuh siasat muslihat seperti yang dilakukan oleh oknum dokter tersebut jelas tidak dapat ditolerir dan harus dipastikan jangan terulang lagi di lingkungan pendidikan kedokteran," ucap Munafrizal dalam keterangan pers, Sabtu (12/4/2025).

Izin Praktik Dokter yang Perkosa Anak Pasien di Bandung Dicabut Seumur Hidup

Izin Praktik Dokter yang Perkosa Anak Pasien di Bandung Dicabut Seumur Hidup

(4 bulan yang lalu)

JAKARTA, KOMPAS.com - Hak praktik dokter pemerkosa keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Priguna Anugerah P, dicabut seumur hidup.

Keputusan tersebut diambil oleh Ketua Konsil Kesehatan Indonesia dengan nomor keputusan KI.01.02/KKI/0932/2025.

Ketua Konsil Kesehatan Indonesia, drg. Arianti Anaya menegaskan, pencabutan STR dan SIP merupakan sanksi administratif tertinggi dalam profesi kedokteran di Indonesia.

 

"Dengan demikian, setelah SIP dicabut, yang bersangkutan tidak dapat lagi berpraktik sebagai dokter seumur hidup," ujar Arianti dalam keterangan pers, Sabtu (12/4/2025).

Menteri PPPA Minta Dokter Priguna yang Perkosa Anak Pasien Dihukum Sesuai UU TPKS

Menteri PPPA Minta Dokter Priguna yang Perkosa Anak Pasien Dihukum Sesuai UU TPKS

(4 bulan yang lalu)

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi meminta dokter residen anestesi PPDS FK Unpad, Priguana Anugerah, yang diduga melakukan kekerasan seksual dihukum sesuai aturan yang berlaku.

Menurut Arifah, pelaku dapat dijerat Pasal 6 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan pidana penjara hingga 12 tahun dan/atau denda hingga Rp 300 juta.

"Kami berharap tersangka mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar memberikan efek jera," ujar Arifah, dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (11/4/2025).

Dokter Priguna Lakukan Pemerkosaan, Menkes: Dia Tidak Bisa Praktik Lagi!

Dokter Priguna Lakukan Pemerkosaan, Menkes: Dia Tidak Bisa Praktik Lagi!

(4 bulan yang lalu)

SOLO, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengambil tindakan tegas terhadap Priguna Anugerah Pratama, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, yang terlibat dalam kasus pemerkosaan.

Kemenkes memutuskan untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) milik Priguna, sehingga ia tidak dapat lagi melakukan praktik kedokteran.

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menegaskan pentingnya memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan tersebut.

"Ini harus ada efek jera, jadi kita harus pastikan STR dan SIP harus dicabut," ujar Budi saat ditemui di Kota Solo, pada Jumat (11/4/2025).

Anggota DPR Minta Dokter Priguna Dihukum Berat, Kelainan Seksual Bukan Alasan

Anggota DPR Minta Dokter Priguna Dihukum Berat, Kelainan Seksual Bukan Alasan

(4 bulan yang lalu)

JAKARTA, KOMPAS.com - Aparat penegak hukum didesak untuk menjatuhkan hukuman berat terhadap dokter residen anestesi Priguna Anugerah Pratama (31), atas kasus pemerkosaan keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Selain memerkosa anggota keluarga yang menunggu pasien, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) itu bahkan diduga pernah melakukan kekerasan seksual terhadap dua pasiennya.

"Ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi kejahatan pidana serius yang harus diproses secara transparan, cepat, dan adil. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya karena apa yang dilakukannya sungguh amat biadab,” ujar Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez, dalam keterangannya, Kamis (10/4/2025).