Tekstil

Industri Tekstil dan Farmasi Dihantui Impor China Imbas Kebijakan Trump

Industri Tekstil dan Farmasi Dihantui Impor China Imbas Kebijakan Trump

()

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom mewanti-wanti dampak dari kebijakan perdagangan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan mempengaruhi industri manufaktur tekstil dan farmasi. 

Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal mengatakan kebijakan pembatasan perdagangan yang dilakukan Trump terhadap China sejatinya untuk mendorong industri domestik AS, kendati dampaknya akan dirasakan secara global, termasuk Indonesia. 

"Khusus ke tekstil yang perlu kita perhatikan juga adalah dampak dari kebijakan Trump itu bukan hanya hambatan ekspor, tapi ketika China dijadikan sasaran utama untuk tidak boleh masuk, maka dia akan mencari pasar alternatif, apalagi kondisi sekarang sudah oversupply," kata Faisal dalam Outlook Sektor Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Tahun 2025, Selasa (17/12/2024). 

Miris! 250.000 Buruh Kena PHK Imbas 60 Pabrik Tekstil Bangkrut

Miris! 250.000 Buruh Kena PHK Imbas 60 Pabrik Tekstil Bangkrut

()

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) melaporkan sebanyak 60 perusahaan tekstil terpaksa tutup dalam 2 tahun terakhir yang memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebanyak 250.000 karyawan.

Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta mengatakan perusahaan tekstil tersebut tutup dipicu maraknya impor ilegal yang membanjiri pasar domestik, sementara pengendalian arus impor dinilai tak dijaga ketat oleh pemerintah. 

"Tahun 2024 sudah banyak pabrik yang tutup. Sekitar 60 perusahaan di sektor hilir dan tengah industri tekstil telah berhenti beroperasi. Akhirnya, sekitar 250.0000 karyawan mengalami PHK," kata Redma dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (17/12/2024). 

Kemenperin Target Industri Kimia, Farmasi,  Tekstil Tumbuh 6,5% Tahun Depan

Kemenperin Target Industri Kimia, Farmasi, Tekstil Tumbuh 6,5% Tahun Depan

()

Bisnis.com, YOGYAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan pertumbuhan industri kimia, farmasi, dan tekstil (IKFT) dapat tumbuh 6,59% pada 2025, seiring dengan target pertumbuhan ekonomi nasional 8% dalam 5 tahun ke depan. 

Berdasarkan data Kemenperin, rata-rata pertumbuhan sektor IKFT pada 2018-2024 tumbuh dikisaran 2,5% dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 6,1% pada 2019. Dari sisi kontribusi sektor IKFT terjadap produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai 2,8% dalam 2 tahun terakhir. 

Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Reni Yanita mengatakan, pihaknya membidik kontribusi sektor IKFT dapat mencapai 3,62% pada 2025. Dia optimistis dengan target tersebut yang ditopang sejumlah sektor. 

Industri Padat Karya Diguyur Insentif, Pengusaha Tekstil: Tak Berpengaruh

Industri Padat Karya Diguyur Insentif, Pengusaha Tekstil: Tak Berpengaruh

()

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Produsen Benang, Serat dan Filamen (APSyFI) menilai paket kebijakan ekonomi industri padat karya yang digelontorkan pemerintah sebagai kompensasi pemberlakuan tarif PPN 12% tidak akan berpengaruh besar untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT). 

Adapun, pemerintah memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) bagi pekerja industri padat karya dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, pembiayaan industri padat karya untuk revitalisasi mesin untuk produktivitas dengan subsidi bunga 5%, serta bantuan sebesar 50% untuk Jaminan Kecelakaan Kerja pada sektor padat karya selama 6 bulan.

Pemerintah Resmi Guyur Insentif Khusus untuk Industri Padat Karya

Pemerintah Resmi Guyur Insentif Khusus untuk Industri Padat Karya

()

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah resmi mengeluarkan paket stimulus ekonomi khusus bagi industri padat karya untuk meminimalisir dampak dari kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% yang berlaku tahun depan. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, insentif yang digelontorkan untuk industri padat karya mencakup pajak penghasilan (PPh Pasal 21) ditanggung pemerintah hingga stimulus kredit investasi. 

“Memperhatikan juga masyarakat kelas menengah, di sektor padat karya, pemerintah memberikan insentif PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah,” ujar Airlangga dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024). 

Buruh Tekstil Bakal Demo Besar-besaran 26 Februari, Ini 5 Tuntutannya

Buruh Tekstil Bakal Demo Besar-besaran 26 Februari, Ini 5 Tuntutannya

()

Bisnis.com, JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) akan menggelar aksi demo besar-besaran pada 26 Februari 2025 di depan Istana Negara, Jakarta. Aksi tersebut merupakan respons terhadap kondisi darurat industri tekstil dan produk tekstil nasional akibat impor ilegal. 

Presiden KSPN Ristadi mengatakan kondisi industri tekstil dalam tiga tahun terakhir babak belur menghadapi gelombang besar impor tekstil ilegal yang masif dan menguasai pasar dalam negeri, sehingga memicu industri lokal tersingkir akibat kalah bersaing harga.

Pengusaha Tekstil Buka Suara soal Kebijakan Khusus UMP 2025

Pengusaha Tekstil Buka Suara soal Kebijakan Khusus UMP 2025

()

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyambut baik rencana pemerintah memberikan kebijakan khusus bagi perusahaan yang mengalami kendala dalam menerapkan upah minimum 2025.

Direktur Eksekutif API, Danang Girindrawardana menyampaikan, kenaikan upah minimum sebesar 6,5% pada tahun depan akan mendorong perusahaan melakukan efisiensi dalam berbagai urusan, termasuk efisiensi energi dan tenaga kerja.

“Artinya, pekerja tidak malah safe, tetapi kenaikan UMP melalui Permenaker yang baru dibuat tanpa formula, justru berisiko pada para pekerja,” kata Danang kepada Bisnis, Senin (9/12/2024).

Produsen Tekstil Lega PPN 12% Hanya untuk Barang Mewah, Tak Bebani Industri

Produsen Tekstil Lega PPN 12% Hanya untuk Barang Mewah, Tak Bebani Industri

()

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) mengaku lega atas kebijakan yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto bahwa kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% tahun depan hanya berlaku untuk barang/jasa dengan kategori mewah. 

Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, kebijakan tersebut tidak akan membebani rantai nilai produksi industri karena hanya akan dikenakan pada produk akhir, bukan bahan baku maupun bahan intermediate.

"Saya kira keputusan pemerintah ini sudah tepat karena yang ditarget adalah barang mewah," kata Redma kepada Bisnis, Senin (9/12/2024).