Bagaimana Hubungan Negara-negara Arab dengan Palestina?

Bagaimana Hubungan Negara-negara Arab dengan Palestina?

KOMPAS.com - Negara-negara Arab memiliki posisi yang kompleks dan beragam terkait perjuangan Palestina, yang dipengaruhi oleh faktor sejarah, politik, dan dinamika kawasan.

Secara umum, meskipun dukungan terhadap Palestina tetap ada, banyak negara Arab yang menghadapi tantangan internal dan dinamika regional yang memengaruhi kebijakan mereka.

Yordania telah menjadi tempat perlindungan bagi banyak pengungsi Palestina sejak 1948.

Meskipun pernah menjadi basis utama PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) pada 1960-an, ketegangan internal dan ancaman terhadap stabilitas kerajaan membuat Yordania terpaksa mengambil langkah hati-hati dalam hubungan dengan Palestina.

Pada 1994, Yordania menandatangani perjanjian damai dengan Israel, menjadikannya negara kedua setelah Mesir yang melakukan normalisasi hubungan dengan negara tersebut.

Lebanon mengalami perang saudara panjang melibatkan faksi-faksi yang berkepentingan dengan Palestina. Kamp-kamp pengungsi Palestina sering menjadi sasaran serangan.

Meskipun Lebanon secara formal membela hak-hak pengungsi Palestina, kebijakan negara ini cenderung membatasi hak sipil mereka untuk menghindari penempatan permanen pengungsi.

Sebagai negara dengan populasi terbesar di dunia Arab, Mesir selalu dianggap sebagai pendukung utama Palestina, meskipun memiliki hubungan kompleks dengan Hamas.

Mesir memainkan peran penting dalam perundingan damai antara Israel dan Hamas, meskipun kebijakan domestiknya, seperti blokade Gaza, membuat situasi lebih rumit.

UEA mengejutkan dunia dengan menormalisasi hubungan dengan Israel pada 2020 melalui Kesepakatan Abraham, meskipun sebelumnya mereka memegang prinsip bahwa normalisasi hanya akan terjadi setelah pembentukan negara Palestina.

Abu Dhabi kini memiliki hubungan erat dengan Israel, terutama dalam bidang ekonomi dan keamanan.

Sudan mengubah posisi tradisionalnya dengan setuju menormalisasi hubungan bersama Israel pada 2020, meskipun ada ketidaksetujuan dari beberapa kelompok sipil yang lebih berhati-hati terhadap langkah tersebut.

Kuwait pernah menjadi pendukung utama Palestina, tetapi hubungan dengan PLO memburuk setelah Yasser Arafat mendukung invasi Irak ke Kuwait pada 1990.

Sejak saat itu, warga Palestina di Kuwait menghadapi diskriminasi dan pengusiran.

Baghdad memberikan hak istimewa bagi warga Palestina di bawah Saddam Hussein, tetapi setelah kejatuhan rezimnya, mereka menghadapi penganiayaan dan kekerasan oleh milisi-milisi yang baru berkuasa.

Riyadh secara historis mendukung Palestina dan mempromosikan solusi dua negara melalui Inisiatif Perdamaian Arab 2002.

Namun, hubungan dengan Palestina sering terhambat oleh ketegangan internal dan ketidaksetujuan terhadap Hamas.

Arab Saudi juga menunjukkan minat dalam normalisasi hubungan dengan Israel, meskipun tetap menekankan bahwa solusi bagi Palestina adalah prasyarat utama.

Secara keseluruhan, negara-negara Arab terbelah dalam menyikapi hubungan dengan Palestina.

Beberapa negara lebih cenderung melakukan normalisasi hubungan dengan Israel, sedangkan yang lain tetap mendukung perjuangan Palestina meskipun terkadang dalam konteks yang terbatas.

Sumber