PM Israel Temui Trump di AS, Bahas Tarif Impor dan Perang Gaza

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Pada Senin (7/4/2025), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Washington, AS.
Pertemuan tersebut difokuskan pada beberapa isu krusial, seperti tarif impor, situasi di Gaza, dan ancaman Iran.
Netanyahu menjadi pemimpin asing pertama yang bertemu dengan Trump setelah pengumuman besar terkait tarif impor yang akan diberlakukan pada beberapa negara, yang diumumkan pada "Hari Pembebasan", Rabu (2/4/2025).
Kunjungan ini memiliki tujuan utama, yaitu membujuk Trump untuk membatalkan atau setidaknya mengurangi tarif impor sebesar 17 persen yang akan dikenakan pada Israel.
"Saya adalah pemimpin internasional pertama yang akan bertemu dengan Presiden Trump mengenai masalah yang sangat penting bagi ekonomi Israel," ujar Netanyahu dalam pernyataan yang dirilis oleh kantor persnya, dikutip dari AFP.
Netanyahu juga menambahkan bahwa pertemuan ini mencerminkan hubungan khusus antara Amerika Serikat dan Israel yang sangat penting, terutama dalam kondisi yang tengah dihadapi saat ini.
Jonathan Rynhold, kepala studi politik di Universitas Bar-Ilan, menilai bahwa kunjungan Netanyahu sangat penting untuk mendapatkan pengecualian tarif sebelum kebijakan tersebut diberlakukan.
Langkah ini diharapkan tidak hanya menguntungkan Israel, tetapi juga Partai Republik di Kongres, yang memiliki banyak pemilih pendukung Israel.
Sebelum pengumuman tarif Trump, Israel telah mengambil langkah proaktif dengan mencabut bea terhadap satu persen barang Amerika yang terkena pungutan.
Namun, Trump tetap melanjutkan kebijakan tarif tersebut dengan alasan defisit perdagangan Amerika Serikat dengan Israel.
Selain isu tarif, Netanyahu juga membahas situasi perang di Gaza dan ancaman Iran.
Sejak 18 Maret 2025, Israel telah melanjutkan serangan udara di Gaza setelah hampir dua bulan gencatan senjata dengan Hamas. Serangan ini telah menewaskan lebih dari 1.330 orang.
Gagalnya perundingan gencatan senjata dan laporan mengenai 58 sandera yang ditahan oleh Hamas, termasuk 34 di antaranya yang telah tewas, semakin memperburuk situasi di wilayah tersebut.
Mengenai Iran, Trump menegaskan pentingnya pembicaraan langsung dengan Teheran untuk mencapai kesepakatan baru yang dapat membatasi program nuklir Iran.
Akan tetapi, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi pada Minggu (6/4/2025) menolak tawaran perundingan langsung dengan Amerika Serikat.
Penolakan ini semakin memperburuk ketegangan antara kedua negara, sedangkan spekulasi mengenai kemungkinan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran juga terus berkembang, dengan dugaan bahwa Israel, didukung oleh Amerika Serikat, bisa mengambil tindakan militer jika kesepakatan tidak tercapai.