Kekerasan Seksual

Indonesia Dianggap Darurat Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak

Indonesia Dianggap Darurat Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak

()

JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi menegaskan tingkat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Indonesia sudah memasuki fase darurat.

“Kita menyatakan darurat kekerasan seksual untuk perempuan dan anak,” kata Arifatul Fauzi dalam acara Forum Merdeka Barat 9 bertajuk "Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya Menuju Indonesia Emas 2045" di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Selasa (17/12/2024).

Arifatul menjelaskan peningkatan kasus kekerasan memerlukan penanganan serius melalui kerja sama lintas kementerian dan lembaga. Menurutnya, keterbatasan kewenangan dan anggaran membuat kolaborasi menjadi kunci penting.

Kapolri Soroti Tradisi Pelaku dan Korban Kekerasan Seksual Dinikahkan

Kapolri Soroti Tradisi Pelaku dan Korban Kekerasan Seksual Dinikahkan

()

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyoroti tradisi pelaku dan korban kekerasan seksual yang dinikahkan. Kapolri mengatakan perlu ada kajian mendalam untuk menyelesaikan persoalan kekerasan seksual di masyarakat.

Hal itu disampaikan Kapolri saat membuka kegiatan Gender Mainstreaming Insight dan Launching Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri di The Tribrata, Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2024). Kapolri awalnya berbicara mengenai angka kasus kekerasan terhadap perempuan anak yang masih tinggi berdasarkan data dari Komnas Perempuan dan Anak.

Kapolri Sebut Menikahkan Korban dan Pelaku Kekerasan Seksual Bukan Solusi Tepat

Kapolri Sebut Menikahkan Korban dan Pelaku Kekerasan Seksual Bukan Solusi Tepat

()

JAKARTA, KOMPAS.com – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menilai, menikahkan pelaku kekerasan seksual dengan korban bukanlah sebuah langkah yang tepat untuk mengatasi kasus kekerasan seksual.

Sigit mengatakan, harus ada solusi yang lebih tepat untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual ketimbang menikahkan korban dengan pelaku.

“Kadang kala ada protes karena masalah diselesaikan dengan cara dinikahkan. Pertanyaannya, apakah dengan dinikahkan masalah bisa selesai?” kata Kapolri di Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2024).

“Ini harus diteliti lebih dalam. Cara seperti itu tidak cocok dan harus disiapkan solusi yang paling pas,” ujar Sigit menegaskan.

Kompolnas Desak Polri Perhatikan Pemulihan Korban Kekerasan Seksual Difabel Asal NTB

Kompolnas Desak Polri Perhatikan Pemulihan Korban Kekerasan Seksual Difabel Asal NTB

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Gufron Mabruri mendesak Polri untuk tidak hanya memproses secara hukum kasus kekerasan seksual yang melibatkan tersangka IWAS, seorang pria disabilitas di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Saat ini, jumlah korban yang melapor dalam kasus tersebut mencapai 17 orang, di mana satu di antaranya adalah anak di bawah umur yang diduga hamil.

“Polri tentu saja harus memberikan perhatian terhadap anak (korban) dalam kasus kekerasan seksual dengan tersangka IWAS ini,” kata Gufron kepada Kompas.com, Sabtu (14/12/2024).

Komnas Perempuan: Ada Banyak Kekerasan Seksual yang Bisa Dipidana, Tak Hanya Pemerkosaan

Komnas Perempuan: Ada Banyak Kekerasan Seksual yang Bisa Dipidana, Tak Hanya Pemerkosaan

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, menegaskan bahwa kekerasan seksual yang marak terjadi di Indonesia tidak hanya terbatas pada pemerkosaan.

Menurutnya, tindakan pelecehan seksual juga termasuk dalam kategori kekerasan seksual dan merupakan tindak pidana.

“Penting bagi masyarakat untuk mengetahui bahwa kekerasan seksual tidak hanya berupa pemerkosaan,” ujar Siti di auditorium gedung Bareskrim Polri, Jakarta, pada Jumat (13/12/2024).

Siti menekankan pentingnya kepercayaan terhadap keterangan korban sebagai langkah awal dalam pengungkapan kasus kekerasan seksual.

Polri: Kekerasan Seksual Tak Bisa Diselesaikan dengan Restorative Justice

Polri: Kekerasan Seksual Tak Bisa Diselesaikan dengan Restorative Justice

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tindak Pidana terhadap Perempuan dan Anak (PPA) serta Pidana Perdagangan Orang (PPO) Polri, Brigjen Pol Desy Andriani, menegaskan bahwa kasus kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme restorative justice (keadilan restoratif).

Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di auditorium gedung Bareskrim Polri, Jakarta, pada Jumat (13/12/2024).

Restorative justice adalah pendekatan penyelesaian tindak pidana yang lebih mengutamakan kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat.

Namun, Desy menjelaskan bahwa hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Ayah di Empat Lawang Perkosa Anaknya Selama 22 Tahun hingga Punya 1 Anak, Sang Istri Juga Dipukuli

Ayah di Empat Lawang Perkosa Anaknya Selama 22 Tahun hingga Punya 1 Anak, Sang Istri Juga Dipukuli

()

KOMPAS.com - ML, ayah berusia 60 tahun di Kecamatan Ulu Musi, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan, ditangkap karena memerkosa anak perempuannya, SA selama 22 tahun. Saat ini SA berusia 36 tahun.

Pemerkosaan pertama kali terjadi tahun 2002 saat korban masih duduk di kelas 1 SMP. Bahkan, dari kekerasan seksual tersebut, SA melahirkan dan memiliki seorang anak laki-laki yang kini diadopsi oleh orang lain.

SA melahirkan tahun 2006 saat masih duduk di bangku kelas 2 SMA.

UU TPKS Bisa Jerat Pelaku Kekerasan yang Manfaatkan Relasi Kuasa

UU TPKS Bisa Jerat Pelaku Kekerasan yang Manfaatkan Relasi Kuasa

()

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) serta Pidana Perdagangan Orang (PPO), Brigjen Pol Desy Andriani, menekankan pentingnya menjalankan  Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Desy menegaskan, UU TPKS memiliki pasal-pasal yang memberikan hukuman lebih berat bagi pelaku kekerasan seksual yang memanfaatkan relasi kuasa atau kedudukan.

“Karena ada beberapa pasal dalam undang-undang PPKS secara berjenjang dan bertingkat, apabila itu dilakukan oleh yang adanya relasi kuasa, karena kedudukannya, karena jabatannya, semakin meningkat sanksi yang diberikan kepada para pelaku,” kata Desy, di Jakarta, Rabu (11/12/2024).

LPSK: Permohonan Perlindungan Korban TPKS Meningkat Signifikan pada 2024

LPSK: Permohonan Perlindungan Korban TPKS Meningkat Signifikan pada 2024

()

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menggelar diskusi terkait hasil implementasi Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). LPSK mengatakan peningkatan permintaan perlindungan terkait kasus TPKS.

Wakil Ketua LPSK Antonius Wibowo mengatakan ada 1.063 permohonan perlindungan yang diajukan oleh masyarakat kepada LPSK terkait kasus kekerasan seksual sepanjang 2024. Dia mengungkap jumlah ini meningkat sejak lahirnya UU TPKS pada 2022.

"Pada tahun 2022, yaitu tahun pertama diberlakukannya Undang-Undang TPKS, terdapat 672 permohonan perlindungan dari korban kekerasan seksual. Jumlah ini kemudian meningkat signifikan pada tahun 2024, yaitu mencapai total 1.063 permohonan," ujar Antonius Wibowo dalam acara diskusi yang digelar di auditorium gedung LPSK, Jakarta Timur, Rabu (11/12/2024).

Kekerasan terhadap Perempuan di Jateng Meningkat Sepanjang 2024, Terbanyak Semarang

Kekerasan terhadap Perempuan di Jateng Meningkat Sepanjang 2024, Terbanyak Semarang

()

SEMARANG, KOMPAS.com - Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan HAM (LRC-KJHAM) melaporkan adanya 102 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sepanjang tahun 2024.

Kasus-kasus ini tersebar di 24 kabupaten/kota di Jawa Tengah, dengan Kota Semarang menjadi daerah dengan temuan kasus terbanyak.

Kepala Divisi Bantuan Hukum LRC KJHAM Nihayatul Mukaromah mengungkapkan bahwa selama periode 2020-2023, terdapat total 545 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah korban mencapai 624.

"Tujuh kabupaten/kota dengan kasus terbanyak adalah Kota Semarang dengan 46 kasus, Kabupaten Demak dengan 5 kasus, Kota Surakarta dengan 4 kasus, dan Kabupaten Sragen juga dengan 4 kasus," tuturnya melalui pesan tertulis pada Selasa (10/12/2024).

Komnas Perempuan Dorong UU TPKS Diterapkan dalam Kasus Pelecehan Seksual oleh Pria Disabilitas

Komnas Perempuan Dorong UU TPKS Diterapkan dalam Kasus Pelecehan Seksual oleh Pria Disabilitas

()

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komnas Perempuan Bahrul Fuad mendorong aparat kepolisian untuk menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam kasus pelecahan seksual yang diduga dilakukan oleh pria penyandang disabilitas berinisial IWA alias Agus.

"Kita berharap bahwa aparat penegak hukum dapat secara konsisten menerapkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual," kata Bahrul dalam konferensi pers secara daring, Rabu (11/12/2024).

Bahrul menyampaikan bahwa Komnas Perempan berkomitmen memantau dan mendalami kasus tersebut guna memastikan proses hukum berjalan adil serta transparan.

Jadi Tahanan Rumah, Pria Difabel di Mataram Diperiksa Polisi dengan Status Tersangka, Korban Ada 15 Orang

Jadi Tahanan Rumah, Pria Difabel di Mataram Diperiksa Polisi dengan Status Tersangka, Korban Ada 15 Orang

()

KOMPAS.com - Penyandang disabilitas tunadaksa berinisial IWAS alias Agus menjalani pemeriksaan dengan status tersangka di hadapan penyidik Bidang Remaja, Anak dan Wanita Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Senin (09/12).

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Komisaris Besar Polisi Syarif Hidayat, membenarkan pemeriksaan IWAS dengan status tersangka kasus dugaan pelecehan seksual.

"Iya, hari ini memang kami agendakan melakukan pemeriksaan tambahan terhadap tersangka atas nama Agus (IWAS)," kata Syarif sebagaimana dikutip kantor berita Antara.

Polda NTB Periksa 8 Korban Kekerasan Seksual Pria Disabilitas

Polda NTB Periksa 8 Korban Kekerasan Seksual Pria Disabilitas

()

MATARAM, KOMPAS.com - Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) memeriksa delapan orang yang diduga menjadi korban kekerasan seksual tersangka IWAS alias AG (21), penyandang disabilitas asal Kota Mataram. 

"Hari ini kita akan lakukan pemeriksaan terhadap satu lagi keterangan dari saksi korban yang mungkin pernah mengalami peristiwa yang sama dengan yang lain," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, Kamis (5/12/2024). 

Syarif mengatakan, total ada delapan orang korban yang sedang dilakukan penyelidikan oleh Polda NTB. Sementara yang sudah masuk BAP berjumlah 8 orang terdiri dari saksi dan korban.